Hidup itu sangat lucu, bukan?
Hidup itu kadang kadang lucu sekali. Tapi ketika hal sangat lucu tersebut terjadi, satu hal yang tidak dapat kulakukan adalah menertawainya.
Aku selalu mempertanyakan alasan aku harus bertemu denganmu.
Alasanku harus memperjuangkanmu.
Alasanku harus memprioritaskanmu.
Alasanku menghabiskan waktu waktu ke belakang bersamamu.
Alasanku bertindak bodoh di depanmu.
Alasanku terlalu bodoh.
Alasanku berada di sisimu setiap kali kupikir kamu membutuhkanku sebanyak aku membutuhkanmu.
Setelah aku mempertanyakan alasan alasan tersebut, yang kudapatkan hanyalah sebuah titik. Titik dimana aku tidak tahu apa jawabannya. Titik dimana aku hanya terlalu lelah terus menerus mempertanyakannya. Apakah semua orang seperti itu? Buat apa berbuat baik jika yang kamu ingat hanya sikap burukku. Atau hanya bagimu, lebih banyak sikap burukku di bandingkan yang baiknya. Aku tidak tahu. Aku tidak pernah menanyakannya kepadamu. Aku tidak berniat menanyakannya kepadamu. Aku bahkan tidak berniat menanyakan hal apapun lagi kepadamu. Aku lelah. Hidup ini lucu. Saking lucunya, aku tidak tahu dimana letak lucunya.
Kamu mungkin juga suka yang lucu lucu, yang dibodohin juga tetap iya iya aja. Aku. Atau aku bahkan tidak termasuk.
Kalau reinkarnasi benar adanya, apakah aku dulu hidup sebagai pembunuh bayaran di zaman dinasti entah-apa-namanya-itu? Karena sekarang aku sedang dibunuh pelan pelan lewat perasaan yang menurutku lebih sakit dari tombak di zaman perang. Setidaknya, tombak itu membunuh lebih cepat, bukan?
450 days or more. I really wished it was real.